Sabtu, 02 Oktober 2010

FORMATIF I SEMESTER GANJIL 2010 KELAS 9

SOAL.

1.Tuliskan kandungan dari surah At-Tin
2.Carilah dalil tentang menuntut ilmu dan qur'an dan hadist masing-masing 3.
3.Tuliskan tanda2 hari kiamat,nama lain kiamat,dan dalil2 tentang hari kiamat.

jawaban.

1. At-tin adalah surah yang ke 95 dalam al-Qur'an. kata At-tin terdapat pada ayat pertama dalam surah At-tin yang artinya "buah tin". Surah At-tin menyatakan bahwa allah betul2 menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi dengan bentuk yang sebaik2 nya d bandingkan makhluk lain, baik dari segi jasmani maupun rohani.
ayat ini dikemukakan dalam konteks penggambaran anugerah allah kepada manusia,dan tentu tidak mungkin anugerah tersebut terbatas pada bentuk fisik. Apalagi secara tegas allah mengecam orang-orang yang bentuk fisiknya baik,tetapi jiwa dan akalnya kosong dari nilai-nilai agama,etika dan pengetahuan.
manusia ingin mencapai derajat yang setinggi-tingginya,baik jasmani maupun rohani. akan tetapi,apabila manusia hanya memperhatikan dan melayani kebutuhan jasmaninya saja dan tidak mau melakukan perbuatan yang terpuji(beramal saleh),maka manusia akan dikembalikan ke tempat yang paling rendah dan hina.

2.dalil tentang menuntut ilmu yaitu,

hadist I.
"Dari Anas r.a:carilah ilmu walaupun sampai ke negeri cina, karena sesungguhya mencari ilmu di wajibkan atas setiap muslim,sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu karena ridha dengan apa yang di carinya.

Hadist 2.
"dari Ibnu Abbas r.a" bahwasanya rasulullah saw bersabda:sebaik-baik dunia harus dengan ilmu, dan sejelek-jeleknya dunia tanpa ilmu.

Hadist 3.
"Dari Abi Hurairah r.a bahwasanya rasulullah bersabda"tuntutlah ilmu dan carilah ilmu yang menentramkan dan sopan.dan hormatilahguru yang mengajarkan ilmu kepadamu dan murid-muridnya. dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang sombong kepada ulama,sebab orang yang bodoh akan meremehkan pengetahuanmu.

3. Tanda-tanda hari kiamat yaitu:
- munculnya matahari dari sebelah barat.
-banyaknya kaum pria dari pada wanita
- keluarnya hewan-hewan melata yang menjijikkan dari dalam tanah.
-banyak orang yang murtad.
-dan tidak ada lagi yang menjadi imam.

nama lain hari kiamat yaitu.
-Assa'ah= Waktu.
-yaumul akhir= hari akhir.
-yaumuddin = hari akhir( agama)
-yaumul fasli= hari keputusan
-yaumul hisab= hari pembalasan

dalilnya yaitu:

"dan sungguh,(hari )kiamat itu pasti datang,tidaj ada keraguan padanya,dan sesungguhnya allah akan membangkitkan siapapun yang ada di dalam kubur.
Dalil ke 2:
Siapa saja(di antara mereka)yang benar2 beriman kepada allah dan hari akhir, dan melakukan kebaikan,mereka mendapat pahala dari tuhannya,tidak ada rasa takut pda mreka dan mereka tidak bersedih hati"

Kamis, 22 April 2010

Fardhu Kifayah

1. Cara Memandikan Jenazah dan Permasalahan-permasalahannya

syarat wajib mandi : (a) mayat beragama islam, (b) ada tubuhnya walaupun sedikit, (c) mayat itu bukan mati syahid (mati dalam peperangan untuk membela agama allah). mandi untuk melepaskan kewajiban itu sekurang-kurangnya di lakukan satu kali, merata ke seluruh badannya, sesudah najis yang ada pada badannya di hilangkan dengan cara bagaiman pun.

jika kita hendak memendikan jenazah, maka jenazah itu harus di tutup auratnya jika berumur lebih dari 7 tahun. yang di tutupi adalah daerah antara pusat hingga lutut. kemudian ia melepaskan seluruh bajunya, dan menutupinya dari pangangan orang lain. yakni jenazah itu di letakkan di dalam rumah yang beratap, atau jika memungkinkan, jenazah tersebut di mandikan di dalam tenda.

kemudian wajah sang mayitkita tutrup. tidak boleh ada orang lain hadir dalam pemandian ini, selain seseorang yang membantu kita dalam proses pemandian. di sini niat adalah syarat. sedang mengucapkan basmalah adalah suatu kewajiban. setelah itu kita mengangkat kepalanya hingga mendekati posisi duduk. kita memijit perutnya pelan-pelan, pada saat ini kitabanyak-banyak menyiramkan air, juga perlu mengasapi riangan dengan kayu gaharu jika di kawatirkan ada sesuatu yang keluar dari perutnya.

lalu kita membelitkan kain ke tangan kita untuk membersihkan jenazah tadi dan menggosok-gosok ke dua kemaluannya. kita tidak boleh menyentuh aurat jenazah yang sudah berumur 7 tahun ke atas kecuali dengan penghalang. dan lebih utama jika tidak menyentuh seluruh anggota tubuh lainnya kecuali dengan sarung tangan ataukain yang di belitkan ketangan kita.

setelah itu, kita membelitkan sepotong kain pada kedua jari untuk membersihkan gigi-gigi, dan kedua lobang hidungnya, tanpa memasuki air kedalam mulut atau hidyung. kemudian kita membasuhi seluruh anggota wudhunya.

kemudian kita menyiapkan air yang bercampur daun bidara atau sabun pembersih. lalu kita membersihkan kepala, serta jenggotnya dengan busa air tersebut. dan membasuh sekujur tubuhnya dengan air tadi. kemudian kita membasuh bagian samping kanan, lalu samping kiri, di mulai dari kulit lehernta. kemudian bahu hingga akhir telapak kakinya.

lalu kita membalikkannya sembari membasuh tubuhnya. kita mengangkat sisi bagian kanannya sambil membasuh punggung dan pantatnya. lalu membasuh sisi bagian kiri juga seperti itu. kita tidak boleh menulungkupkan jenazah diatas wajahnya. setelah itu kita menyiramkan air kesekujur tubuhnya.

sedangkan yg sunnah adalah mengulang tiga kali cara mandi seperti ini, memulai yg kanan dari setiap sisi tubuhnya, dan terus mengurutkan tangan pada perutnya pada setiap pemandian. jika tiga kali pengurutan belum juga membersihkan perut, maka kita tambah hingga perut itu benar-benar bersih, meski hal itu kita lakukan hingga tujuh kali. dan disunnahkan menghentikan pengurutan ini pada bilangan yg ganjil.
saat memandikan, menggunakan air panas adalah sangat dimakruhkan. demikian pula dengan membersihkan sela-sela gigi dan menggunakan air dingin, kecuali saat diperlukan.

jika wanita, maka kita mengelabang rambutnya menjadi tiga kali dan kita letakkan pada bagian kepalanya. pada pemandian yg terakhir, kita mencampur airnya dengan kapur barus dan daun bidara. kecuali jika sang mayyit dalam keadaan ihram dalam ibadah haji atau umroh, maka hal itu tak perlu dilakukan.

lalu kita cukur kumisnya dan kita potong kukunya jika panjang-panjang. kemudian kita handuki. jika masih keluar dari perut, padahal kita sudah mengurut perutnya tiga kali, maka tempat keluar kotoran itu kita tutup dengan kapas. jika kapas tidak mempan, maka kita menggunakan tanah yg panas. setelah itu tempat keluar kotoran kita bersihkan dan kita wudhui jenazahnya.

jika jenazah yg kita mandikan adalah seorang yg sedang ihram, maka kita memandikannya tanpa minyak wangi dan tanpa harum-haruman. tubuhnya dibersihkan dengan sabun dan daun bidara jika perlu saja. dan kepalanya tetap di biarkan terbuka.

anak yg gugur (atau lahir dalam keadaan mati) jika sudah berumur empat bulan, juga orang-orang yg sulit dimandikan, seperti orang yg mati terbakar dan hancur lebur, maka ia hanya ditayammumi. sedangkan orang yg memandikan, ia wajib menutupi bagian tubuhnya yg buruk.

2. Bagaimana Cara Menshalatkan dan Permasalahan dalam menyolatkannya.

shalat Jenazah dilaksanakan tanpa rukuk dan sujud, dan juga tanpa iqomah. tentu saja jenazah yg dishalati haruslah islam. apabila ada orang yg terbukti murtad sehingga menjadi kafir, maka kita tidak boleh menshalati. "Dan janganlah engkau menshalati (jenazah) seorang diantara mereka selama-lamanya dan jangan (pula) berdiri diatas kuburannya (untuk mendo'akannya). sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.

syarat-syarat mengerjakan shalat-shalat jenazah adalah :
a. jenazah sudah dimandikan dan dikafani
b. letak jenazah disebelah kiblat didepan yg menshalati
c. suci dari hadast dan najis baik badan, pakaian dan tempat.

3. Melaksanakan Fardhu Kifayah atas untuk jenazah yg syahid dan pembagian2 jenis mati syahid.

yg dimaksud dengan mati syahid ialah orang yg terbunuh dalam peperangan melawan orang kafir untuk menjunjung tinggi agama allah. orang yang mati syahid tidak di mandikan, tidak di shalatkan, dan cukup di kafani dengan pakaiannya yang berlumur darah itu.

menurut pembagian ahli fiqh, syahid itu terbagi atas tiga bagian:
1. syahid dunia dan akhirat. inlah yang di maksud dengan syahid tersebut yang ada di atas
2. syahid dunia saja, yaitu orang yg mati dalam peperangan melawan orang kafir, tetapi bukan karena untuk menjunjung tinggi agama allah, melainkan karena sebab-sebab yg lain, misalnya ingin mendapat harta rampasan, karena kemegahan, dan sebagainya.
3.Syahid Akhirat saja, yaitu mati teraniyaya, mati terkejut, mati kena penyakit kolera, mati tenggelam, mati tertimpa oleh sesuatu, mati kebakaran, atau mati dalam belajar agama Allah.

Minggu, 04 April 2010

hewan halal dan hewan haram

2.1.7 Daging Babi

3) Yang ketiga ialah daging babi. Naluri manusia yang baik sudah barang tentu tidak akan menyukainya, karena makanan-makanan babi itu yang kotor-kotor dan najis. Ilmu kedokteran sekarang ini mengakui, bahwa makan daging babi itu sangat berbahaya untuk seluruh daerah, lebih-lebih di daerah panas. Ini diperoleh berdasarkan penyelidikan ilmiah, bahwa makan daging babi itu salah satu sebab timbulnya cacing pita yang sangat berbahaya. Dan barangkali pengetahuan modern berikutnya akan lebih banyak dapat menyingkap rahasia haramnya babi ini daripada hari kini. Maka tepatlah apa yang ditegaskan Allah:

"Dan Allah mengharamkan atas mereka yang kotor-kotor." (al-A'raf: 156)

Sementara ahli penyelidik berpendapat, bahwa membiasakan makan daging babi dapat melemahkan perasaan cemburu terhadap hal-hal yang terlarang.

2.1.8 Binatang Yang Disembelih Bukan Karena Allah

4) Yang keempat ialah binatang yang disembelih bukan karena Allah, yaitu binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, misalnya nama berhala Kaum penyembah berhala (watsaniyyin) dahulu apabila hendak menyembelih binatang, mereka sebut nama-nama berhala mereka seperti Laata dan Uzza. Ini berarti suatu taqarrub kepada selain Allah dan menyembah kepada selain asma' Allah yang Maha Besar.

Jadi sebab (illah) diharamkannya binatang yang disembelih bukan karena Allah di sini ialah semata-mata illah agama, dengan tujuan untuk melindungi aqidah tauhid, kemurnian aqidah dan memberantas kemusyrikan dengan segala macam manifestasi berhalanya dalam seluruh lapangan.

Allah yang menjadikan manusia, yang menyerahkan semua di bumi ini kepada manusia dan yang menjinakkan binatang untuk manusia, telah memberikan perkenan kepada manusia untuk mengalirkan darah binatang tersebut guna memenuhi kepentingan manusia dengan menyebut asma'Nya ketika menyembelih. Dengan demikian, menyebut asma' Allah ketika itu berarti suatu pengakuan, bahwa Dialah yang menjadikan binatang yang hidup ini, dan kini telah memberi perkenan untuk menyembelihnya.

Oleh karena itu, menyebut selain nama Allah ketika menyembelih berarti meniadakan perkenan ini dan dia berhak menerima larangan memakan binatang yang disembelih itu.

2.1.9 Macam-Macam Bangkai

Empat macam binatang yang disebutkan di atas adalah masih terlalu global (mujmal), dan kemudian diperinci dalam surah al-Maidah menjadi 10 macam, seperti yang telah kami sebutkan di atas dalam pembicaraan tentang bangkai, yang perinciannya adalah sebagai berikut:

5. Al-Munkhaniqah, yaitu binatang yang mati karena dicekik, baik dengan cara menghimpit leher binatang tersebut ataupun meletakkan kepala binatang pada tempat yang sempit dan sebagainya sehingga binatang tersebut mati.

6. Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena dipukul dengan tongkat dan sebagainya.

7. Al-Mutaraddiyah, yaitu binatang yang jatuh dari tempat yang tinggi sehingga mati. Yang seperti ini ialah binatang yang jatuh dalam sumur.

8. An-Nathihah, yaitu binatang yang baku hantam antara satu dengan lain, sehingga mati.

9. Maa akalas sabu, yaitu binatang yang disergap oleh binatang buas dengan dimakan sebagian dagingnya sehingga mati.

Sesudah menyebutkan lima macam binatang (No. 5 sampai dengan 9) ini kemudian Allah menyatakan "Kecuali binatang yang kamu sembelih," yakni apabila binatang-binatang tersebut kamu dapati masih hidup, maka sembelihlah. Jadi binatang-binatang tersebut menjadi halal kalau kamu sembelih dan sebagainya sebagaimana yang akan kita bicarakan di bab berikutnya.

Untuk mengetahui kebenaran apa yang telah disebutkan di atas tentang halalnya binatang tersebut kalau masih ada sisa umur, yaitu cukup dengan memperhatikan apa yang dikatakan oleh Ali r,a. Kata Ali: "Kalau kamu masih sempat menyembelih binatang-binatang yang jatuh dari atas, yang dipukul dan yang berbaku hantam itu..., karena masih bergerak (kaki muka) atau kakinya, maka makanlah." Dan kata Dhahhak: "Orang-orang jahiliah dahulu pernah makan binatang-binatang tersebut, kemudian Allah mengharamkannya kecuali kalau sempat disembelih. Jika dijumpai binatang-binatang tersebut masih bergerak kakinya, ekornya atau kerlingan matanya dan kemudian sempat disembelih, maka halallah dia."1

2.1.10 Hikmah Diharamkannya Macam-Macam Binatang di Atas

Hikmah diharamkannya macam-macam bangkai binatang seperti tertera di atas agak kurang begitu tampak di sini. Tetapi hikmah yang lebih kuat, ialah: bahwa Allah s.w.t. mengetahui akan perlunya manusia kepada binatang, kasihsayangnya dan pemeliharaannya. Oleh karena itu tidak pantas kalau manusia dibiarkan begitu saja dengan sesukanya untuk mencekik dan menyiksa binatang dengan memukul hingga mati seperti yang biasa dilakukan oleh penggembala-penggembala yang keras hati, khususnya bagi mereka yang diupah, dan mereka yang suka mengadu binatang, misalnya mengadu antara dua kerbau, dua kambing sehingga matilah binatang-binatang tersebut atau hampir-hampir mati.

Dari ini, maka para ulama ahli fiqih menetapkan haramnya binatang yang mati karena beradu, sekalipun terluka karena tanduk dan darahnya mengalir dari tempat penyembelihannya. Sebab maksud diharamkannya di sini, menurut apa yang saya ketahui, yaitu sebagai hukuman bagi orang yang membiarkan binatang-binatang tersebut beradu sehingga satu sama lain bunuh-membunuh. Maka diharamkannya binatang tersebut adalah merupakan suatu hukuman yang paling tepat. Adapun binatang yang disergap (dimakan) oleh binatang buas, didalamnya --dan yang terpokok-- terdapat unsur penghargaan bagi manusia dan kebersihan dari sisa makanan binatang buas. Dimana hal ini biasa dilakukan orang-orang jahiliah, yaitu mereka makan sisa-sisa daging yang dimakan binatang buas, seperti kambing, unta, sapi dan sebagainya, kemudian hal tersebut diharamkan Allah buat orang-orang mu'min.

2.1.11 Binatang yang Disembelih Untuk Berhala

10) Perincian yang ke10 dari macam-macam binatang yang haram, yaitu: Yang disembelih untuk berhala (maa dzubiha alan nusub). Nushub sama dengan Manshub artinya: yang ditegakkan. Maksudnya yaitu berhala atau batu yang ditegakkan sebagai tanda suatu penyembahan selain Allah. Tanda-tanda ini berada di sekitar Ka'bah.

Orang-orang jahiliah biasa menyembelih binatang untuk dihadiahkan kepada berhala-berhala tersebut dengan maksud bertaqarrub kepada Tuhannya.

Binatang-binatang yang disembelih untuk maksud di atas termasuk salah satu macam yang disembelih bukan karena Allah.

Baik yang disembelih bukan karena Allah ataupun yang disembelih untuk berhala, kedua-duanya adalah suatu pengagungan terhadap berhala (thaghut). Bedanya ialah: bahwa binatang yang disembelih bukan karena Allah itu, kadang-kadang disembelih untuk sesuatu patung, tetapi binatang itu sendiri jauh dari patung tersebut dan jauh dari berhala (nushub), tetapi di situ disebutnya nama thaghut (berhala). Adapun binatang yang disembelih untuk berhala, yaitu mesti binatang tersebut disembelih di dekat patung tersebut dan tidak mesti dengan menyebut nama selain Allah.

Karena berhala-berhala dan patung-patung itu berada di sekitar Ka'bah, sedang sementara orang beranggapan, bahwa menyembelih untuk dihadiahkan kepada berhala-berhala tersebut berarti suatu penghormatan kepada Baitullah, maka anggapan seperti itu oleh al-Quran dihilangkannya dan ditetapkanlah haramnya binatang tersebut dengan nas yang tegas dan jelas, sekalipun itu difahami dari kalimat maa uhilla lighairillah (apa-apa yang disembelih bukan karena Allah).

2.1.12 Ikan dan Belalang Dapat Dikecualikan dari Bangkai

Ada dua binatang yang dikecualikan oleh syariat Islam dari kategori bangkai, yaitu belalang, ikan dan sebagainya dari macam binatang yang hidup di dalam air.

Rasulullah s.a.w. ketika ditanya tentang masalah air laut, beliau menjawab:

"Laut itu airnya suci dan bangkainya halal." (Riwayat Ahmad dan ahli sunnah)

Dan firman Allah yang mengatakan:

"Dihalalkan bagi kamu binatang buruan laut dan makanannya." (al-Maidah. 96)

Umar berkata: Yang dimaksud shaiduhu, yaitu semua binatang yang diburu; sedang yang dimaksud tha'amuhu (makanannya), yaitu barang yang dicarinya.

Dan kata Ibnu Abbas pula, bahwa yang dimaksud thaamuhu, yaitu bangkainya.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdullah diceriterakan, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah mengirimkan suatu angkatan, kemudian mereka itu mendapatkan seekor ikan besar yang sudah menjadi bangkai. lkan itu kemudian dimakannya selama 20 hari lebih. Setelah mereka tiba di Madinah, diceriterakanlah hal tersebut kepada Nabi, maka jawab Nabi:

"Makanlah rezeki yang telah Allah keluarkan untuk kamu itu, berilah aku kalau kamu ada sisa. Lantas salah seorang diantara mereka ada yang memberinya sedikit. Kemudian Nabi memakannya." (Riwayat Bukhari)

Yang termasuk dalam kategori ikan yaitu belalang. Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. memberikan suatu perkenan untuk dimakannya walaupun sudah menjadi bangkai, karena satu hal yang tidak mungkin untuk menyembelihnya.

Ibnu Abi Aufa mengatakan:

"Kami pernah berperang bersama Nabi tujuh kali peperangan, kami makan belalang bersama beliau." (Riwayat Jama'ah, kecuali Ibnu Majah)

2.1.13 Memanfaatkan Kulit Tulang dan Rambut Bangkai

Yang dimaksud haramnya bangkai, hanyalah soal memakannya. Adapun memanfaatkan kulitnya, tanduknya, tulangnya atau rambutnya tidaklah terlarang. Bahkan satu hal yang terpuji, karena barang-barang tersebut masih mungkin digunakan. Oleh karena itu tidak boleh disia-siakan.

Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan, bahwa salah seorang hamba Maimunah yang telah dimerdekakan (maulah) pernah diberi hadiah seekor kambing, kemudian kambing itu mati dan secara kebetulan Rasulullah berjalan melihat bangkai kambing tersebut, maka bersabdalah beliau:

"Mengapa tidak kamu ambil kulitnya, kemudian kamu samak dan memanfaatkan?" Para sahabat menjawab: "Itu kan bangkai!" Maka jawab Rasulullah: "Yang diharamkan itu hanyalah memakannya." (Riwayat Jama'ah, kecuali Ibnu Majah)

Rasulullah s.a.w. menerangkan cara untuk membersihkannya, yaitu dengan jalan disamak.

Sabda beliau:

"Menyamak kulit binatang itu berarti penyembelihannya." (Riwayat Abu Daud dan Nasal)

Yakni, bahwa menyamak kulit itu sama dengan menyembelih untuk menjadikan kambing tersebut menjadi halal.

Dalam salah satu riwayat disebutkan:

"Menyamak kulit bangkai itu dapat menghilangkan kotorannya." (Riwayat al-Hakim)

Dan diriwayatkan pula, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Kulit apa saja kalau sudah disamak, maka sungguh menjadi suci/bersih." (Riwayat Muslim dan lain-lain)

Kulit yang disebut dalam hadis-hadis ini adalah umum, meliputi kulit anjing dan kulit babi. Yang berpendapat demikian ialah madzhab Dhahiri, Abu Yusuf dan diperkuat oleh Imam Syaukani.

Kata Saudah Umul Mu'minin: "Kami mempunyai kambing, kemudian kambing itu mati, lantas kami samak kulitnya dan kami pakai untuk menyimpan korma supaya menjadi manis, dan akhirnya kami jadikan suatu girbah (suatu tempat yang terbuat dari kulit binatang yang biasa dipakai oleh orang Arab zaman dahulu untuk mengambil air dan sebagainya)." (Riwayat Bukhari).



sumber dari:http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal/2017.html

makanan halal dan makanan haram

Assalamualaikum Wr. Wb.

Saya bekerja pada perusahaan asing dan sering menjamu tamu atau dijamu oleh relasi makan. Sehubungan dengan hal tersebut, saya ingin menayakan mengenai halal haramnya makanan di bawah ini untuk kita umat Islam.
1) Kodok
2) Rajungan
3) Kepiting
4) Daging Penyu
5) Makanan impor yang tidak berlabel halal akan tetapi jelas-jelas tidak termasuk katagori haram (Seperti: Mie instant Impor, Ikan kalengan impor, dll). Mohon petunjuknya, terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.
Purnama

Jawab:

Dalam soal halal atau haramnya memakan hewan, ada sebuah kaidah fikih yang menyatakan: jika dalam satu hewan terdapat aspek yang menghalalkan dan aspek yang mengharamkan, maka yang dimenangkan adalah aspek yang mengharamkan.Sebagai contoh, hewan yang lahir dari pasangan babi (haram) dan kambing (halal) dalam soal hukum memakannya adalah mengikuti unsur sang babi. Artinya, anak yang lahir dari pasangan campuran tsb adalah haram.

Hubungan kaidah di muka dengan kodok, rajungan, kepiting dan penyu:
1. Kodok, adalah spesis hewan yang dapat hidup di dua tempat, air dan darat (ampibi). Kalau melihatnya sebagai hewan yang dapat hidup di air maka ia adalah halal dimakan. Rasul SAW. mengatakan: "Ia (laut) adalah yang suci airnya dan yang halal bangkainya" (Turmudzi dan Nasa i). Artinya, segala hewan yang dapat hidup di air adalah halal dimakan. Namun melihatnya sebagai hewan yang dapat hidup di darat, ia adalah jenis hewan melata yang dianggap menjijikkan, sehingga memakannya adalah haram.

Menurut alur fikih demikian ini, yang didukung oleh ulama-ulama Syafi'iyah, maka kodok adalah hewan yang haram dimakan. Karena ia mengandung unsur haram (darat) dan unsur halal (laut), dan sesuai dengan kaidah dimuka, maka yang menentukan adalah unsur haramnya.

Di samping itu sebagian besar ulama (selain Malikiyah) mengharamkan kodok karena Nabi saw. melarang membunuh kodok (HR. Abu Dawud, Ahmad, dll). Biasanya Nabi melarang membunuh suatu hewan itu adakalanya karena haram memakannya, atau karena memulyakannya, atau kedua-duanya.

2. Rajungan halal, karena ia ternasuk hewan yang hanya mampu hidup di laut (air).

3. Kepiting:
Para ulama di Indonesia, yang merupakan pengikut madzhab Syafi'iyah, berselisih pendapat, sesuai dengan asumsinya masing-masing. Sebagian mengatakan, bahwa kepiting adalah jenis hewan ampibi, maka hukumnya haram dimakan. Dan sebagian yang lain mengatakan, bahwa ia hanya mampu hidup di air saja, maka ia halal dimakan.

Kalau menurut saya, ia adalah jenis hewan yang hanya mempu hidup dengan bantuan air. Ia mampu hidup di darat asalkan ditaruh ditempat yang basah. Jadi, ia adalah halal dimakan.

4. Penyu.
Menurut ulama-ulama Syafi'iyah, ia haram dimakan karena dianggap sebagai hewan darat atau setidak-tidaknya ia adalah jenis hewan ampibi. Sementara menurut Malikiyah, hewan dianggap sebagai jenis "hewan air", jika ia mampu hidup di dalam air, walaupun juga mampu hidup di daratan. Sehingga menurut teori fikih Malikiyah ini, katak, rajungan dan kepiting hukumnya halal.
Adapan penyu menurut Imam Malik, mempunyai dua jenis, yang pertama adalah jenis air (sulahfaah) dan jenis darat (tursul maa'). Jenis pertama halal (walaupun tanpa disembelih) dan jenis kedua halal dengan syarat harus disembelih secara syar'iy.

Adapun masalah makanan kaleng sebagaimana disebutkan penanya adalah halal, selama hal-hal yang mengharamkannya tidak nyata. Wallahua'lam bisshawaab.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Rabu, 24 Februari 2010

Sejarah Nabi Muhammad

Perkawinan Abdullah dengan Aminah - Abdullah wafat -
Muhammad lahir disusukan oleh Keluarga Sa'd - Kisah
dua malaikat - Lima tahun selama tinggal di pedalaman
- Aminah wafat - Di bawah asuhan Abd'l-Muttalib -
Abd'l-Muttalib wafat - Di bawah asuhan Abu Talib -
Pergi ke Suria dalam usia dua belas tahun- Perang
Fijar - Menggembala kambing - Ke Suria membawa
dagangan Khadijah - Perkawinannya dengan Khadijah

USIA Abd'l-Muttalib sudah hampir mencapai tujuhpuluh tahun
atau lebih tatkala Abraha mencoba menyerang Mekah dan
menghancurkan Rumah Purba. Ketika itu umur Abdullah anaknya
sudah duapuluh empat tahun, dan sudah tiba masanya dikawinkan.
Pilihan Abd'l-Muttalib jatuh kepada Aminah bint Wahb bin Abd
Manaf bin Zuhra, - pemimpin suku Zuhra ketika itu yang sesuai
pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat. Maka pergilah
anak-beranak itu hendak mengunjungi keluarga Zuhra. Ia dengan
anaknya menemui Wahb dan melamar puterinya. Sebagian penulis
sejarah berpendapat, bahwa ia pergi menemui Uhyab, paman
Aminah, sebab waktu itu ayahnya sudah meninggal dan dia di
bawah asuhan pamannya. Pada hari perkawinan Abdullah dengan
Aminah itu, Abd'l-Muttalib juga kawin dengan Hala, puteri
pamannya. Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan
yang seusia dengan dia.

Abdullah dengan Aminah tinggal selama tiga hari di rumah
Aminah, sesuai dengan adat kebiasaan Arab bila perkawinan
dilangsungkan di rumah keluarga pengantin puteri. Sesudah itu
mereka pindah bersama-sama ke keluarga Abd'l-Muttalib. Tak
seberapa lama kemudian Abdullahpun pergi dalam suatu usaha
perdagangan ke Suria dengan meninggalkan isteri yang dalam
keadaan hamil. Tentang ini masih terdapat beberapa keterangan
yang berbeda-beda: adakah Abdullah kawin lagi selain dengan
Aminah; adakah wanita lain yang datang menawarkan diri
kepadanya? Rasanya tak ada gunanya menyelidiki
keterangan-keterangan semacam ini. Yang pasti ialah Abdullah
adalah seorang pemuda yang tegap dan tampan. Bukan hal yang
luar biasa jika ada wanita lain yang ingin menjadi isterinya
selain Aminah. Tetapi setelah perkawinannya dengan Aminah itu
hilanglah harapan yang lain walaupun untuk sementara. Siapa
tahu, barangkali mereka masih menunggu ia pulang dari
perjalanannya ke Syam untuk menjadi isterinya di samping
Aminah.

Dalam perjalanannya itu Abdullah tinggal selama beberapa
bulan. Dalam pada itu ia pergi juga ke Gaza dan kembali lagi.
Kemudian ia singgah ke tempat saudara-saudara ibunya di
Medinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam
perjalanan. Sesudah itu ia akan kembali pulang dengan kafilah
ke Mekah. Akan tetapi kemudian ia menderita sakit di tempat
saudara-saudara ibunya itu. Kawan-kawannyapun pulang lebih
dulu meninggalkan dia. Dan merekalah yang menyampaikan berita
sakitnya itu kepada ayahnya setelah mereka sampai di Mekah.

Begitu berita sampai kepada Abd'l-Muttalib ia mengutus Harith
- anaknya yang sulung - ke Medinah, supaya membawa kembali
bila ia sudah sembuh. Tetapi sesampainya di Medinah ia
mengetahui bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan
pula, sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Mekah.
Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan
pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa
hati Abd'l-Muttalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan
seorang suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan
hidupnya. Demikian juga Abd'l-Muttalib sangat sayang kepadanya
sehingga penebusannya terhadap Sang Berhala yang demikian rupa
belum pernah terjadi di kalangan masyarakat Arab sebelum itu.

Peninggalan Abdullah sesudah wafat terdiri dari lima ekor
unta, sekelompok ternak kambing dan seorang budak perempuan,
yaitu Umm Ayman - yang kemudian menjadi pengasuh Nabi. Boleh
jadi peninggalan serupa itu bukan berarti suatu tanda
kekayaan; tapi tidak juga merupakan suatu kemiskinan. Di
samping itu umur Abdullah yang masih dalam usia muda belia,
sudah mampu bekerja dan berusaha mencapai kekayaan. Dalam pada
itu ia memang tidak mewarisi sesuatu dari ayahnya yang masih
hidup itu.

Aminah sudah hamil, dan kemudian, seperti wanita lain iapun
melahirkan. Selesai bersalin dikirimnya berita kepada Abd'l
Muttalib di Ka'bah, bahwa ia melahirkan seorang anak
laki-laki. Alangkah gembiranya orang tua itu setelah menerima
berita. Sekaligus ia teringat kepada Abdullah anaknya. Gembira
sekali hatinya karena ternyata pengganti anaknya sudah ada.
Cepat-cepat ia menemui menantunya itu, diangkatnya bayi itu
lalu dibawanya ke Ka'bah. Ia diberi nama Muhammad. Nama ini
tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup dikenal. Kemudian
dikembalikannya bayi itu kepada ibunya. Kini mereka sedang
menantikan orang yang akan menyusukannya dari Keluarga Sa'd
(Banu Sa'd), untuk kemudian menyerahkan anaknya itu kepada
salah seorang dari mereka, sebagaimana sudah menjadi adat kaum
bangsawan Arab di Mekah.

Mengenai tahun ketika Muhammad dilahirkan, beberapa ahli
berlainan pendapat. Sebagian besar mengatakan pada Tahun Gajah
(570 Masehi). Ibn Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun
Gajah itu. Yang lain berpendapat kelahirannya itu limabelas
tahun sebelum peristiwa gajah. Selanjutnya ada yang mengatakan
ia dilahirkan beberapa hari atau beberapa bulan atau juga
beberapa tahun sesudah Tahun Gajah. Ada yang menaksir tiga
puluh tahun, dan ada juga yang menaksir sampai tujuhpuluh
tahun.

Juga para ahli berlainan pendapat mengenai bulan kelahirannya.
Sebagian besar mengatakan ia dilahirkan bulan Rabiul Awal. Ada
yang berkata lahir dalam bulan Muharam, yang lain berpendapat
dalam bulan Safar, sebagian lagi menyatakan dalam bulan Rajab,
sementara yang lain mengatakan dalam bulan Ramadan.

Kelainan pendapat itu juga mengenai hari bulan ia dilahirkan.
Satu pendapat mengatakan pada malam kedua Rabiul Awal, atau
malam kedelapan, atau kesembilan. Tetapi pada umumnya
mengatakan, bahwa dia dilahirkan pada tanggal duabelas Rabiul
Awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq dan yang lain.

Selanjutnya terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu
kelahirannya, yaitu siang atau malam, demikian juga mengenai
tempat kelahirannya di Mekah. Caussin de Perceval dalam Essai
sur l'Histoire des Arabes menyatakan, bahwa Muhammad
dilahirkan bulan Agustus 570, yakni Tahun Gajah, dan bahwa dia
dilahirkan di Mekah di rumah kakeknya Abd'l-Muttalib.

Pada hari ketujuh kelahirannya itu Abd'l-Muttalib minta
disembelihkan unta. Hal ini kemudian dilakukan dengan
mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui
bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya
mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. "Kuinginkan
dia akan menjadi orang yang Terpuji,1 bagi Tuhan di langit
dan bagi makhlukNya di bumi," jawab Abd'l Muttalib.

Aminah masih menunggu akan menyerahkan anaknya itu kepada
salah seorang Keluarga Sa'd yang akan menyusukan anaknya,
sebagaimana sudah menjadi kebiasaan bangsawan-bangsawan Arab
di Mekah. Adat demikian ini masih berlaku pada
bangsawan-bangsawan Mekah. Pada hari kedelapan sesudah
dilahirkan anak itupun dikirimkan ke pedalaman dan baru
kembali pulang ke kota sesudah ia berumur delapan atau sepuluh
tahun. Di kalangan kabilah-kabilah pedalaman yang terkenal
dalam menyusukan ini di antaranya ialah kabilah Banu Sa'd.
Sementara masih menunggu orang yang akan menyusukan itu Aminah
menyerahkan anaknya kepada Thuwaiba, budak perempuan pamannya,
Abu Lahab. Selama beberapa waktu ia disusukan, seperti Hamzah
yang juga kemudian disusukannya. Jadi mereka adalah saudara
susuan.

Sekalipun Thuwaiba hanya beberapa hari saja menyusukan, namun
ia tetap memelihara hubungan yang baik sekali selama hidupnya.
Setelah wanita itu meninggal pada tahun ketujuh sesudah ia
hijrah ke Medinah, untuk meneruskan hubungan baik itu ia
menanyakan tentang anaknya yang juga menjadi saudara susuan.
Tetapi kemudian ia mengetahui bahwa anak itu juga sudah
meninggal sebelum ibunya.

Akhirnya datang juga wanita-wanita Keluarga Sa'd yang akan
menyusukan itu ke Mekah. Mereka memang mencari bayi yang akan
mereka susukan. Akan tetapi mereka menghindari anak-anak
yatim. Sebenarnya mereka masih mengharapkan sesuatu jasa dari
sang ayah. Sedang dari anak-anak yatim sedikit sekali yang
dapat mereka harapkan. Oleh karena itu di antara mereka itu
tak ada yang mau mendatangi Muhammad. Mereka akan mendapat
hasil yang lumayan bila mendatangi keluarga yang dapat mereka
harapkan.

Akan tetapi Halimah bint Abi-Dhua'ib yang pada mulanya menolak
Muhammad, seperti yang lain-lain juga, ternyata tidak mendapat
bayi lain sebagai gantinya. Di samping itu karena dia memang
seorang wanita yang kurang mampu, ibu-ibu lainpun tidak
menghiraukannya. Setelah sepakat mereka akan meninggalkan
Mekah. Halimah berkata kepada Harith bin Abd'l-'Uzza suaminya:
"Tidak senang aku pulang bersama dengan teman-temanku tanpa
membawa seorang bayi. Biarlah aku pergi kepada anak yatim itu
dan akan kubawa juga."

"Baiklah," jawab suaminya. "Mudah-mudahan karena itu Tuhan
akan memberi berkah kepada kita."

Halimah kemudian mengambil Muhammad dan dibawanya pergi
bersama-sama dengan teman-temannya ke pedalaman. Dia
bercerita, bahwa sejak diambilnya anak itu ia merasa mendapat
berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan susunyapun
bertambah. Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya.

Selama dua tahun Muhammad tinggal di sahara, disusukan oleh
Halimah dan diasuh oleh Syaima', puterinya. Udara sahara dan
kehidupan pedalaman yang kasar menyebabkannya cepat sekali
menjadi besar, dan menambah indah bentuk dan pertumbuhan
badannya. Setelah cukup dua tahun dan tiba masanya disapih,
Halimah membawa anak itu kepada ibunya dan sesudah itu
membawanya kembali ke pedalaman. Hal ini dilakukan karena
kehendak ibunya, kata sebuah keterangan, dan keterangan lain
mengatakan karena kehendak Halimah sendiri. Ia dibawa kembali
supaya lebih matang, juga memang dikuatirkan dari adanya
serangan wabah Mekah.

Dua tahun lagi anak itu tinggal di sahara, menikmati udara
pedalaman yang jernih dan bebas, tidak terikat oleh sesuatu
ikatan jiwa, juga tidak oleh ikatan materi.

Pada masa itu, sebelum usianya mencapai tiga tahun, ketika
itulah terjadi cerita yang banyak dikisahkan orang. Yakni,
bahwa sementara ia dengan saudaranya yang sebaya sesama
anak-anak itu sedang berada di belakang rumah di luar
pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa'd
itu kembali pulang sambil berlari, dan berkata kepada
ibu-bapanya: "Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil
oleh dua orang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan,
perutnya dibedah, sambil di balik-balikan."

Dan tentang Halimah ini ada juga diceritakan, bahwa mengenai
diri dan suaminya ia berkata: "Lalu saya pergi dengan ayahnya
ke tempat itu. Kami jumpai dia sedang berdiri. Mukanya
pucat-pasi. Kuperhatikan dia. demikian juga ayahnya. Lalu kami
tanyakan: "Kenapa kau, nak?" Dia menjawab: "Aku didatangi oleh
dua orang laki-laki berpakaian putih. Aku di baringkan, lalu
perutku di bedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Tak tahu
aku apa yang mereka cari."

Halimah dan suaminya kembali pulang ke rumah. Orang itu sangat
ketakutan, kalau-kalau anak itu sudah kesurupan. Sesudah itu,
dibawanya anak itu kembali kepada ibunya di Mekah. Atas
peristiwa ini Ibn Ishaq membawa sebuah Hadis Nabi sesudah
kenabiannya. Tetapi dalam menceritakan peristiwa ini Ibn Ishaq
nampaknya hati-hati sekali dan mengatakan bahwa sebab
dikembalikannya kepada ibunya bukan karena cerita adanya dua
malaikat itu, melainkan - seperti cerita Halimah kepada Aminah
- ketika ia di bawa pulang oleh Halimah sesudah disapih, ada
beberapa orang Nasrani Abisinia memperhatikan Muhammad dan
menanyakan kepada Halimah tentang anak itu. Dilihatnya
belakang anak itu, lalu mereka berkata:

"Biarlah kami bawa anak ini kepada raja kami di negeri kami.
Anak ini akan menjadi orang penting. Kamilah yang mengetahui
keadaannya." Halimah lalu cepat-cepat menghindarkan diri dari
mereka dengan membawa anak itu. Demikian juga cerita yang
dibawa oleh Tabari, tapi ini masih di ragukan; sebab dia
menyebutkan Muhammad dalam usianya itu, lalu kembali
menyebutkan bahwa hal itu terjadi tidak lama sebelum
kenabiannya dan usianya empatpuluh tahun.

Baik kaum Orientalis maupun beberapa kalangan kaum Muslimin
sendiri tidak merasa puas dengan cerita dua malaikat ini dan
menganggap sumber itu lemah sekali. Yang melihat kedua
laki-laki (malaikat) dalam cerita penulis-penulis sejarah itu
hanya anak-anak yang baru dua tahun lebih sedikit umurnya.
Begitu juga umur Muhammad waktu itu. Akan tetapi sumber-sumber
itu sependapat bahwa Muhammad tinggal di tengah-tengah
Keluarga Sa'd itu sampai mencapai usia lima tahun. Andaikata
peristiwa itu terjadi ketika ia berusia dua setengah tahun,
dan ketika itu Halimah dan suaminya mengembalikannya kepada
ibunya, tentulah terdapat kontradiksi dalam dua sumber cerita
itu yang tak dapat diterima. Oleh karena itu beberapa penulis
berpendapat, bahwa ia kembali dengan Halimah itu untuk ketiga
kalinya.

Dalam hal ini Sir William Muir tidak mau menyebutkan cerita
tentang dua orang berbaju putih itu, dan hanya menyebutkan,
bahwa kalau Halimah dan suaminya sudah menyadari adanya suatu
gangguan kepada anak itu, maka mungkin saja itu adalah suatu
gangguan krisis urat-saraf, dan kalau hal itu tidak sampai
mengganggu kesehatannya ialah karena bentuk tubuhnya yang
baik. Barangkali yang lainpun akan berkata: Baginya tidak
diperlukan lagi akan ada yang harus membelah perut atau
dadanya, sebab sejak dilahirkan Tuhan sudah mempersiapkannya
supaya menjalankan risalahNya. Dermenghem berpendapat, bahwa
cerita ini tidak mempunyai dasar kecuali dari yang diketahui
orang dari teks ayat yang berbunyi: "Bukankah sudah Kami
lapangkan dadamu? Dan sudah Kami lepaskan beban dari kau? Yang
telah memberati punggungmu?" (Qur'an 94: 1-3)

Apa yang telah diisyaratkan Qur'an itu adalah dalam arti
rohani semata, yang maksudnya ialah membersihkan (menyucikan)
dan mencuci hati yang akan menerima Risalah Kudus, kemudian
meneruskannya seikhlas-ikhlasnya, dengan menanggung segala
beban karena Risalah yang berat itu.

Dengan demikian apa yang diminta oleh kaum Orientalis dan
pemikir-pemikir Muslim dalam hal ini ialah bahwa peri hidup
Muhammad adalah sifatnya manusia semata-mata dan bersifat peri
kemanusiaan yang luhur. Dan untuk memperkuat kenabiannya itu
memang tidak perlu ia harus bersandar kepada apa yang biasa
dilakukan oleh mereka yang suka kepada yang ajaib-ajaib.
Dengan demikian mereka beralasan sekali menolak tanggapan
penulis-penulis Arab dan kaum Muslimin tentang peri hidup Nabi
yang tidak masuk akal itu. Mereka berpendapat bahwa apa yang
dikemukakan itu tidak sejalan dengan apa yang diminta oleh
Qur'an supaya merenungkan ciptaan Tuhan, dan bahwa
undang-undang Tuhan takkan ada yang berubah-ubah. Tidak sesuai
dengan ekspresi Qur'an tentang kaum Musyrik yang tidak mau
mendalami dan tidak mau mengerti juga.

Muhammad tinggal pada Keluarga Sa'd sampai mencapai usia lima
tahun, menghirup jiwa kebebasan dan kemerdekaan dalam udara
sahara yang lepas itu. Dari kabilah ini ia belajar
mempergunakan bahasa Arab yang murni, sehingga pernah ia
mengatakan kepada teman-temannya kemudian: "Aku yang paling
fasih di antara kamu sekalian. Aku dari Quraisy tapi diasuh di
tengah-tengah Keluarga Sa'd bin Bakr."

Lima tahun masa yang ditempuhnya itu telah memberikan kenangan
yang indah sekali dan kekal dalam jiwanya. Demikian juga Ibu
Halimah dan keluarganya tempat dia menumpahkan rasa kasih
sayang dan hormat selama hidupnya itu.

Penduduk daerah itu pernah mengalami suatu masa paceklik
sesudah perkawinan Muhammad dengan Khadijah. Bilamana Halimah
kemudian mengunjunginya, sepulangnya ia dibekali dengan harta
Khadijah berupa unta yang dimuati air dan empat puluh ekor
kambing. Dan setiap dia datang dibentangkannya pakaiannya yang
paling berharga untuk tempat duduk Ibu Halimah sebagai tanda
penghormatan. Ketika Syaima, puterinya berada di bawah tawanan
bersama-sama pihak Hawazin setelah Ta'if dikepung, kemudian
dibawa kepada Muhammad, ia segera mengenalnya. Ia dihormati
dan dikembalikan kepada keluarganya sesuai dengan keinginan
wanita itu.

Sesudah lima tahun, kemudian Muhammad kembali kepada ibunya.
Dikatakan juga, bahwa Halimah pernah mencari tatkala ia sedang
membawanya pulang ketempat keluarganya tapi tidak
menjumpainya. Ia mendatangi Abd'l-Muttalib dan memberitahukan
bahwa Muhammad telah sesat jalan ketika berada di hulu kota
Mekah. Lalu Abd'l-Muttalibpun menyuruh orang mencarinya, yang
akhirnya dikembalikan oleh Waraqa bin Naufal, demikian
setengah orang berkata.

Kemudian Abd'l-Muttalib yang bertindak mengasuh cucunya itu.
Ia memeliharanya sungguh-sungguh dan mencurahkan segala
kasih-sayangnya kepada cucu ini. Biasanya buat orang tua itu -
pemimpin seluruh Quraisy dan pemimpin Mekah - diletakkannya
hamparan tempat dia duduk di bawah naungan Ka'bah, dan
anak-anaknya lalu duduk pula sekeliling hamparan itu sebagai
penghormatan kepada orang tua. Tetapi apabila Muhammad yang
datang maka didudukkannya ia di sampingnya diatas hamparan itu
sambil ia mengelus-ngelus punggungnya. Melihat betapa besarnya
rasa cintanya itu paman-paman Muhammad tidak mau membiarkannya
di belakang dari tempat mereka duduk itu.

Lebih-lebih lagi kecintaan kakek itu kepada cucunya ketika
Aminah kemudian membawa anaknya itu ke Medinah untuk
diperkenalkan kepada saudara-saudara kakeknya dari pihak
Keluarga Najjar.

Dalam perjalanan itu dibawanya juga Umm Aiman, budak perempuan
yang ditinggalkan ayahnya dulu. Sesampai mereka di Medinah
kepada anak itu diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal
dulu serta tempat ia dikuburkan. Itu adalah yang pertama kali
ia merasakan sebagai anak yatim. Dan barangkali juga ibunya
pernah menceritakan dengan panjang lebar tentang ayah tercinta
itu, yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama,
kemudian meninggal dunia di tengah-tengah pamannya dari pihak
ibu. Sesudah Hijrah pernah juga Nabi menceritakan kepada
sahabat-sahabatnya kisah perjalanannya yang pertama ke Medinah
dengan ibunya itu. Kisah yang penuh cinta pada Medinah, kisah
yang penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.

Sesudah cukup sebulan mereka tinggal di Medinah, Aminah sudah
bersiap-siap akan pulang. Ia dan rombongan kembali pulang
dengan dua ekor unta yang membawa mereka dari Mekah. Tetapi di
tengah perjalanan, ketika mereka sampai di Abwa',2 ibunda
Aminah menderita sakit, yang kemudian meninggal dan dikuburkan
pula di tempat itu.

Anak itu oleh Umm Aiman dibawa pulang ke Mekah, pulang
menangis dengan hati yang pilu, sebatang kara. Ia makin merasa
kehilangan; sudah ditakdirkan menjadi anak yatim. Terasa
olehnya hidup yang makin sunyi, makin sedih. Baru beberapa
hari yang lalu ia mendengar dari Ibunda keluhan duka
kehilangan Ayahanda semasa ia masih dalam kandungan. Kini ia
melihat sendiri dihadapannya, ibu pergi untuk tidak kembali
lagi, seperti ayah dulu. Tubuh yang masih kecil itu kini
dibiarkan memikul beban hidup yang berat, sebagai yatim-piatu.

Lebih-lebih lagi kecintaan Abd'l-Muttalib kepadanya. Tetapi
sungguhpun begitu, kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu itu
bekasnya masih mendalam sekali dalam jiwanya sehingga di dalam
Qur'anpun disebutkan, ketika Allah mengingatkan Nabi akan
nikmat yang dianugerahkan kepadanya itu: "Bukankah engkau
dalam keadaan yatim-piatu? Lalu diadakanNya orang yang akan
melindungimu? Dan menemukan kau kehilangan pedoman, lalu
ditunjukkanNya jalan itu?" (Qur'an, 93: 6-7)

Kenangan yang memilukan hati ini barangkali akan terasa agak
meringankan juga sedikit, sekiranya Abd'l-Muttalib masih dapat
hidup lebih lama lagi. Tetapi orang tua itu juga meninggal,
dalam usia delapanpuluh tahun, sedang Muhammad waktu itu baru
berumur delapan tahun. Sekali lagi Muhammad dirundung
kesedihan karena kematian kakeknya itu, seperti yang sudah
dialaminya ketika ibunya meninggal. Begitu sedihnya dia,
sehingga selalu ia menangis sambil mengantarkan keranda
jenazah sampai ketempat peraduan terakhir.

Bahkan sesudah itupun ia masih tetap mengenangkannya sekalipun
sesudah itu, di bawah asuhan Abu Talib pamannya ia mendapat
perhatian dan pemeliharaan yang baik sekali, mendapat
perlindungan sampai masa kenabiannya, yang terus demikian
sampai pamannya itupun achirnya meninggal.

Sebenarnya kematian Abd'l-Muttalib ini merupakan pukulan berat
bagi Keluarga Hasyim semua. Di antara anak-anaknya itu tak ada
yang seperti dia: mempunyai keteguhan hati, kewibawaan,
pandangan yang tajam, terhormat dan berpengaruh di kalangan
Arab semua. Dia menyediakan makanan dan minuman bagi mereka
yang datang berziarah, memberikan bantuan kepada penduduk
Mekah bila mereka mendapat bencana. Sekarang ternyata tak ada
lagi dari anak-anaknya itu yang akan dapat meneruskan. Yang
dalam keadaan miskin, tidak mampu melakukan itu, sedang yang
kaya hidupnya kikir sekali. Oleh karena itu maka Keluarga
Umaya yang lalu tampil ke depan akan mengambil tampuk pimpinan
yang memang sejak dulu diinginkan itu, tanpa menghiraukan
ancaman yang datang dari pihak Keluarga Hasyim.

Pengasuhan Muhammad di pegang oleh Abu Talib, sekalipun dia
bukan yang tertua di antara saudara-saudaranya. Saudara tertua
adalah Harith, tapi dia tidak seberapa mampu. Sebaliknya Abbas
yang mampu, tapi dia kikir sekali dengan hartanya. Oleh karena
itu ia hanya memegang urusan siqaya (pengairan) tanpa mengurus
rifada (makanan). Sekalipun dalam kemiskinannya itu, tapi Abu
Talib mempunyai perasaan paling halus dan terhormat di
kalangan Quraisy. Dan tidak pula mengherankan kalau
Abd'l-Muttalib menyerahkan asuhan Muhammad kemudian kepada Abu
Talib.

Abu Talib mencintai kemenakannya itu sama seperti
Abd'l-Muttalib juga. Karena kecintaannya itu ia mendahulukan
kemenakan daripada anak-anaknya sendiri. Budi pekerti Muhammad
yang luhur, cerdas, suka berbakti dan baik hati, itulah yang
lebih menarik hati pamannya. Pernah pada suatu ketika ia akan
pergi ke Syam membawa dagangan - ketika itu usia Muhammad baru
duabelas tahun - mengingat sulitnya perjalanan menyeberangi
padang pasir, tak terpikirkan olehnya akan membawa Muhammad.
Akan tetapi Muhammad yang dengan ikhlas menyatakan akan
menemani pamannya itu, itu juga yang menghilangkan sikap
ragu-ragu dalam hati Abu Talib.

Anak itu lalu turut serta dalam rombongan kafilah, hingga
sampai di Bushra di sebelah selatan Syam. Dalam buku-buku
riwayat hidup Muhammad diceritakan, bahwa dalam perjalanan
inilah ia bertemu dengan rahib Bahira, dan bahwa rahib itu
telah melihat tanda-tanda kenabian padanya sesuai dengan
petunjuk cerita-cerita Kristen. Sebagian sumber menceritakan,
bahwa rahib itu menasehatkan keluarganya supaya jangan
terlampau dalam memasuki daerah Syam, sebab dikuatirkan
orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan
berbuat jahat terhadap dia.

Dalam perjalanan itulah sepasang mata Muhammad yang indah itu
melihat luasnya padang pasir, menatap bintang-bintang yang
berkilauan di langit yang jernih cemerlang. Dilaluinya
daerah-daerah Madyan, Wadit'l-Qura serta peninggalan
bangunan-bangunan Thamud. Didengarnya dengan telinganya yang
tajam segala cerita orang-orang Arab dan penduduk pedalaman
tentang bangunan-bangunan itu, tentang sejarahnya masa lampau.
Dalam perjalanan ke daerah Syam ini ia berhenti di kebun-kebun
yang lebat dengan buab-buahan yang sudah masak, yang akan
membuat ia lupa akan kebun-kebun di Ta'if serta segala cerita
orang tentang itu. Taman-taman yang dilihatnya dibandingkannya
dengan dataran pasir yang gersang dan gunung-gunung tandus di
sekeliling Mekah itu. Di Syam ini juga Muhammad mengetahui
berita-berita tentang Kerajaan Rumawi dan agama Kristennya,
didengarnya berita tentang Kitab Suci mereka serta oposisi
Persia dari penyembah api terhadap mereka dan persiapannya
menghadapi perang dengan Persia.

Sekalipun usianya baru dua belas tahun, tapi dia sudah
mempunyai persiapan kebesaran jiwa, kecerdasan dan ketajaman
otak, sudah mempunyai tinjauan yang begitu dalam dan ingatan
yang cukup kuat serta segala sifat-sifat semacam itu yang
diberikan alam kepadanya sebagai suatu persiapan akan menerima
risalah (misi) maha besar yang sedang menantinya. Ia melihat
ke sekeliling, dengan sikap menyelidiki, meneliti. Ia tidak
puas terhadap segala yang didengar dan dilihatnya. Ia bertanya
kepada diri sendiri: Di manakah kebenaran dari semua itu?

Tampaknya Abu Talib tidak banyak membawa harta dari
perjalanannya itu. Ia tidak lagi mengadakan perjalanan
demikian. Malah sudah merasa cukup dengan yang sudah
diperolehnya itu. Ia menetap di Mekah mengasuh anak-anaknya
yang banyak sekalipun dengan harta yang tidak seberapa.
Muhammad juga tinggal dengan pamannya, menerima apa yang ada.
Ia melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh mereka yang
seusia dia. Bila tiba bulan-bulan suci, kadang ia tinggal di
Mekah dengan keluarga, kadang pergi bersama mereka ke
pekan-pekan yang berdekatan dengan 'Ukaz, Majanna dan
Dhu'l-Majaz, mendengarkan sajak-sajak yang dibawakan oleh
penyair-penyair Mudhahhabat dan Mu'allaqat.3 Pendengarannya
terpesona oleh sajak-sajak yang fasih melukiskan lagu cinta
dan puisi-puisi kebanggaan, melukiskan nenek moyang mereka,
peperangan mereka, kemurahan hati dan jasa-jasa mereka.
Didengarnya ahli-ahli pidato di antaranya orang-orang Yahudi
dan Nasrani yang membenci paganisma Arab. Mereka bicara
tentang Kitab-kitab Suci Isa dan Musa, dan mengajak kepada
kebenaran menurut keyakinan mereka. Dinilainya semua itu
dengan hati nuraninya, dilihatnya ini lebih baik daripada
paganisma yang telah menghanyutkan keluarganya itu. Tetapi
tidak sepenuhnya ia merasa lega.

Dengan demikian sejak muda-belia takdir telah mengantarkannya
ke jurusan yang akan membawanya ke suatu saat bersejarah, saat
mula pertama datangnya wahyu, tatkala Tuhan memerintahkan ia
menyampaikan risalahNya itu. Yakni risalah kebenaran dan
petunjuk bagi seluruh umat manusia.

Kalau Muhammad sudah mengenal seluk-beluk jalan padang pasir
dengan pamannya Abu Talib, sudah mendengar para penyair,
ahli-ahli pidato membacakan sajak-sajak dan pidato-pidato
dengan keluarganya dulu di pekan sekitar Mekah selama
bulan-bulan suci, maka ia juga telah mengenal arti memanggul
senjata, ketika ia mendampingi paman-pamannya dalam Perang
Fijar. Dan Perang Fijar itulah di antaranya yang telah
menimbulkan dan ada sangkut-pautnya dengan peperangan di
kalangan kabilah-kabilah Arab. Dinamakan al-fijar4 ini karena
ia terjadi dalam bulan-bulan suci, pada waktu kabilah-kabilah
seharusnya tidak boleh berperang. Pada waktu itulah
pekan-pekan dagang diadakan di 'Ukaz, yang terletak antara
Ta'if dengan Nakhla dan antara Majanna dengan Dhu'l-Majaz,
tidak jauh dari 'Arafat. Mereka di sana saling tukar menukar
perdagangan, berlumba dan berdiskusi, sesudah itu kemudian
berziarah ke tempat berhala-berhala mereka di Ka'bah. Pekan
'Ukaz adalah pekan yang paling terkenal di antara pekan-pekan
Arab lainnya. Di tempat itu penyair-penyair terkemuka
membacakan sajak-sajaknya yang terbaik, di tempat itu Quss
(bin Sa'ida) berpidato dan di tempat itu pula orang-orang
Yahudi, Nasrani dan penyembah-penyembah berhala masing-masing
mengemukakan pandangan dengan bebas, sebab bulan itu bulan
suci.

Akan tetapi Barradz bin Qais dari kabilah Kinana tidak lagi
menghormati bulan suci itu dengan mengambil kesempatan
membunuh 'Urwa ar-Rahhal bin 'Utba dari kabilah Hawazin.
Kejadian ini disebabkan oleh karena Nu'man bin'l-Mundhir
setiap tahun mengirimkan sebuah kafilah dari Hira ke 'Ukaz
membawa muskus, dan sebagai gantinya akan kembali dengan
membawa kulit hewan, tali, kain tenun sulam Yaman. Tiba-tiba
Barradz tampil sendiri dan membawa kafilah itu ke bawah
pengawasan kabilah Kinana. Demikian juga 'Urwa lalu tampil
pula sendiri dengan melintasi jalan Najd menuju Hijaz.

Adapun pilihan Nu'man terhadap 'Urwa (Hawazin) ini telah
menimbulkan kejengkelan Barradz (Kinana), yang kemudian
mengikutinya dari belakang, lalu membunuhnya dan mengambil
kabilah itu. Sesudah itu kemudian Barradz memberitahukan
kepada Basyar bin Abi Hazim, bahwa pihak Hawazin akan menuntut
balas kepada Quraisy. Fihak Hawazin segera menyusul Quraisy
sebelum masuknya bulan suci. Maka terjadilah perang antara
mereka itu. Pihak Quraisy mundur dan menggabungkan diri dengan
pihak yang menang di Mekah. Pihak Hawazin memberi peringatan
bahwa tahun depan perang akan diadakan di 'Ukaz.

Perang demikian ini berlangsung antara kedua belah pihak
selama empat tahun terus-menerus dan berakhir dengan suatu
perdamaian model pedalaman, yaitu yang menderita korban
manusia lebih kecil harus membayar ganti sebanyak jumlah
kelebihan korban itu kepada pihak lain. Maka dengan demikian
Quraisy telah membayar kompensasi sebanyak duapuluh orang
Hawazin. Nama Barradz ini kemudian menjadi peribahasa yang
menggambarkan kemalangan. Sejarah tidak memberikan kepastian
mengenai umur Muhammad pada waktu Perang Fijar itu terjadi.
Ada yang mengatakan umurnya limabelas tahun, ada juga yang
mengatakan duapuluh tahun. Mungkin sebab perbedaan ini karena
perang tersebut berlangsung selama empat tahun. Pada tahun
permulaan ia berumur limabelas tahun dan pada tahun
berakhirnya perang itu ia sudah memasuki umur duapuluh tahun.

Juga orang berselisih pendapat mengenai tugas yang dipegang
Muhammad dalam perang itu. Ada yang mengatakan tugasnya
mengumpulkan anak-anak panah yang datang dari pihak Hawazin
lalu di berikan kepada paman-pamannya untuk dibalikkan kembali
kepada pihak lawan. Yang lain lagi berpendapat, bahwa dia
sendiri yang ikut melemparkan panah. Tetapi, selama peperangan
tersebut telah berlangsung sampai empat tahun, maka kebenaran
kedua pendapat itu dapat saja diterima. Mungkin pada mulanya
ia mengumpulkan anak-anak panah itu untuk pamannya dan
kemudian dia sendiripun ikut melemparkan. Beberapa tahun
sesudah kenabiannya Rasulullah menyebutkan tentang Perang
Fijar itu dengan berkata: "Aku mengikutinya bersama dengan
paman-pamanku, juga ikut melemparkan panah dalam perang itu;
sebab aku tidak suka kalau tidak juga aku ikut melaksanakan."

Sesudah Perang Fijar Quraisy merasakan sekali bencana yang
menimpa mereka dan menimpa Mekah seluruhnya, yang disebabkan
oleh perpecahan, sesudah Hasyim dan 'Abd'l-Muttalib wafat, dan
masing-masing pihak berkeras mau jadi yang berkuasa. Kalau
tadinya orang-orang Arab itu menjauhi, sekarang mereka berebut
mau berkuasa. Atas anjuran Zubair bin 'Abd'l-Muttalib di rumah
Abdullah bin Jud'an diadakan pertemuan dengan mengadakan
jamuan makan, dihadiri oleh keluarga-keluarga Hasyim, Zuhra
dan Taym. Mereka sepakat dan berjanji atas nama Tuhan Maha
Pembalas, bahwa Tuhan akan berada di pihak yang teraniaya
sampai orang itu tertolong. Muhammad menghadiri pertemuan itu
yang oleh mereka disebut Hilf'l-Fudzul. Ia mengatakan, "Aku
tidak suka mengganti fakta yang kuhadiri di rumah Ibn Jud'an
itu dengan jenis unta yang baik. Kalau sekarang aku diajak
pasti kukabulkan."

Seperti kita lihat, Perang Fijar itu berlangsung hanya
beberapa hari saja tiap tahun. Sedang selebihnya masyarakat
Arab kembali ke pekerjaannya masing-masing. Pahit-getirnya
peperangan yang tergores dalam hati mereka tidak akan
menghalangi mereka dari kegiatan perdagangan, menjalankan
riba, minum minuman keras serta pelbagai macam kesenangan dan
hiburan sepuas-puasnya

Adakah juga Muhammad ikut serta dengan mereka dalam hal ini?
Ataukah sebaliknya perasaannya yang halus, kemampuannya yang
terbatas serta asuhan pamannya membuatnya jadi menjauhi semua
itu, dan melihat segala kemewahan dengan mata bernafsu tapi
tidak mampu? Bahwasanya dia telah menjauhi semua itu, sejarah
cukup menjadi saksi. Yang terang ia menjauhi itu bukan karena
tidak mampu mencapainya. Mereka yang tinggal di pinggiran
Mekah, yang tidak mempunyai mata pencarian, hidup dalam
kemiskinan dan kekurangan, ikut hanyut juga dalam hiburan itu.
Bahkan di antaranya lebih gila lagi dari pemuka-pemuka Mekah
dan bangsawan-bangsawan Quraisy dalam menghanyutkan diri ke
dalam kesenangan demikian itu.

Akan tetapi jiwa Muhammad adalah jiwa yang ingin melihat,
ingin mendengar, ingin mengetahui. Dan seolah tidak ikut
sertanya ia belajar seperti yang dilakukan teman-temannya dari
anak-anak bangsawan menyebabkan ia lebih keras lagi ingin
memiliki pengetahuan. Karena jiwanya yang besar, yang kemudian
pengaruhnya tampak berkilauan menerangi dunia, jiwa besar yang
selalu mendambakan kesempurnaan, itu jugalah yang menyebabkan
dia menjauhi foya-foya, yang biasa menjadi sasaran utama
pemduduk Mekah. Ia mendambakan cahaya hidup yang akan lahir
dalam segala manifestasi kehidupan, dan yang akan dicapainya
hanya dengan dasar kebenaran. Kenyataan ini dibuktikan oleh
julukan yang diberikan orang kepadanya dan bawaan yang ada
dalam dirinya. Itu sebabnya, sejak masa ia kanak-kanak gejala
kesempurnaan, kedewasaan dan kejujuran hati sudah tampak,
sehingga penduduk Mekah semua memanggilnya Al-Amin (artinya
'yang dapat dipercaya').

Yang menyebabkan dia lebih banyak merenung dan berpikir, ialah
pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya
itu. Dia menggembalakan kambing keluarganya dan kambing
penduduk Mekah. Dengan rasa gembira ia menyebutkan saat-saat
yang dialaminya pada waktu menggembala itu. Di antaranya ia
berkata: "Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing."
Dan katanya lagi: "Musa diutus, dia gembala kambing, Daud
diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala kambing
keluargaku di Ajyad."

Gembala kambing yang berhati terang itu, dalam udara yang
bebas lepas di siang hari, dalam kemilau bintang bila malam
sudah bertahta, menemukan suatu tempat yang serasi untuk
pemikiran dan permenungannya. Ia menerawang dalam suasana alam
demikian itu, karena ia ingin melihat sesuatu di balik semua
itu. Dalam pelbagai manifestasi alam ia mencari suatu
penafsiran tentang penciptaan semesta ini. Ia melihat dirinya
sendiri. Karena hatinya yang terang, jantungnya yang hidup, ia
melihat dirinya tidak terpisah dari alam semesta itu. Bukankah
juga ia menghirup udaranya, dan kalau tidak demikian berarti
kematian? Bukankah ia dihidupkan oleh sinar matahari,
bermandikan cahaya bulan dan kehadirannya berhubungan dengan
bintang-bintang dan dengan seluruh alam? Bintang-bintang dan
semesta alam yang tampak membentang di depannya, berhubungan
satu dengan yang lain dalam susunan yang sudah ditentukan,
matahari tiada seharusnya dapat mengejar bulan atau malam akan
mendahului siang. Apabila kelompok kambing yang ada di depan
Muhammad itu memintakan kesadaran dan perhatiannya supaya
jangan ada serigala yang akan menerkam domba itu, jangan
sampai - selama tugasnya di pedalaman itu - ada domba yang
sesat, maka kesadaran dan kekuatan apakah yang menjaga susunan
alam yang begitu kuat ini?

Pemikiran dan permenungan demikian membuat ia jauh dari segala
pemikiran nafsu manusia duniawi. Ia berada lebih tinggi dari
itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas
di hadapannya. Oleh karena itu, dalam perbuatan dan
tingkah-lakunya Muhammad terhindar dari segala penodaan nama
yang sudah diberikan kepadanya oleh penduduk Mekah, dan memang
begitu adanya: Al-Amin.

Semua ini dibuktikan oleh keterangan yang diceritakannya
kemudian, bahwa ketika itu ia sedang menggembala kambing
dengan seorang kawannya. Pada suatu hari hatinya berkata,
bahwa ia ingin bermain-main seperti pemuda-pemuda lain. Hal
ini dikatakannya kepada kawannya pada suatu senja, bahwa ia
ingin turun ke Mekah, bermain-main seperti para pemuda di
gelap malam, dan dimintanya kawannya menjagakan kambing
ternaknya itu. Tetapi sesampainya di ujung Mekah, perhatiannya
tertarik pada suatu pesta perkawinan dan dia hadir di tempat
itu. Tetapi tiba-tiba ia tertidur. Pada malam berikutnya
datang lagi ia ke Mekah, dengan maksud yang sama. Terdengar
olehnya irama musik yang indah, seolah turun dari langit. Ia
duduk mendengarkan. Lalu tertidur lagi sampai pagi.

Jadi apakah gerangan pengaruh segala daya penarik Mekah itu
terhadap kalbu dan jiwa yang begitu padat oleh pikiran dan
renungan? Gerangan apa pula artinya segala daya penarik yang
kita gambarkan itu yang juga tidak disenangi oleh mereka yang
martabatnya jauh di bawah Muhammad?

Karena itu ia terhindar dari cacat. Yang sangat terasa benar
nikmatnya, ialah bila ia sedang berpikir atau merenung. Dan
kehidupan berpikir dan merenung serta kesenangan bekerja
sekadarnya seperti menggembalakan kambing, bukanlah suatu cara
hidup yang membawa kekayaan berlimpah-limpah baginya. Dan
memang tidak pernah Muhammad mempedulikan hal itu. Dalam
hidupnya ia memang menjauhkan diri dari segala pengaruh
materi. Apa gunanya ia mcngejar itu padahal sudah menjadi
bawaannya ia tidak pernah tertarik? Yang diperlukannya dalam
hidup ini asal dia masih dapat menyambung hidupnya.

Bukankah dia juga yang pernahh berkata: "Kami adalah golongan
yang hanya makan bila merasa lapar, dan bila sudah makan tidak
sampai kenyang?" Bukankah dia juga yang sudah dikenal orang
hidup dalam kekurangan selalu dan minta supaya orang
bergembira menghadapi penderitaan hidup? Cara orang mengejar
harta dengan serakah hendak memenuhi hawa nafsunya, sama
sekali tidak pernah dikenal Muhammad selama hidupnya.
Kenikmatan jiwa yang paling besar, ialah merasakan adanya
keindahan alam ini dan mengajak orang merenungkannya. Suatu
kenikmatan besar, yang hanya sedikit saja dikenal orang.
Kenikmatan yang dirasakan Muhammad sejak masa pertumbuhannya
yang mula-mula yang telah diperlihatkan dunia sejak masa
mudanya adalah kenangan yang selalu hidup dalam jiwanya, yang
mengajak orang hidup tidak hanya mementingkan dunia. Ini
dimulai sejak kematian ayahnya ketika ia masih dalam
kandungan, kemudian kematian ibunya, kemudian kematian
kakeknya. Kenikmatan demikian ini tidak memerlukan harta
kekayaan yang besar, tetapi memerlukan suatu kekayaan jiwa
yang kuat. sehingga orang dapat mengetahui: bagaimana ia
memelihara diri dan menyesuaikannya dengan kehidupan batin.

Andaikata pada waktu itu Muhammad dibiarkan saja begitu, tentu
takkan tertarik ia kepada harta. Dengan keadaannya itu ia akan
tetap bahagia, seperti halnya dengan gembala-gembala pemikir,
yang telah menggabungkan alam ke dalam diri mereka dan telah
pula mereka berada dalam pelukan kalbu alam.

Akan tetapi Abu Talib pamannya - seperti sudah kita sebutkan
tadi -hidup miskin dan banyak anak. Dari kemenakannya itu ia
mengharapkan akan dapat memberikan tambahan rejeki yang akan
diperoleh dari pemilik-pemilik kambing yang kambingnya
digembalakan. Suatu waktu ia mendengar berita, bahwa Khadijah
bint Khuwailid mengupah orang-orang Quraisy untuk menjalankan
perdagangannya. Khadijah adalah seorang wanita pedagang yang
kaya dan dihormati, mengupah orang yang akan memperdagangkan
hartanya itu. Berasal dari Keluarga (Banu) Asad, ia bertambah
kaya setelah dua kali ia kawin dengan keluarga Makhzum,
sehingga dia menjadi seorang penduduk Mekah yang terkaya. Ia
menjalankan dagangannya itu dengan bantuan ayahnya Khuwailid
dan beberapa orang kepercayaannya. Beberapa pemuka Quraisy
pernah melamarnya, tetapi ditolaknya. Ia yakin mereka itu
melamar hanya karena memandang hartanya. Sungguhpun begitu
usahanya itu terus dikembangkan.

Tatkala Abu Talib mengetahui, bahwa Khadijah sedang menyiapkan
perdagangan yang akan dibawa dengan kafilah ke Syam, ia
memanggil kemenakannya - yang ketika itu sudah berumur
duapuluh lima tahun.

"Anakku," kata Abu Talib, "aku bukan orang berpunya. Keadaan
makin menekan kita juga. Aku mendengar, bahwa Khadijah
mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Tapi aku tidak
setuju kalau akan mendapat upah semacam itu juga. Setujukah
kau kalau hal ini kubicarakan dengan dia?"

"Terserah paman," jawab Muhammad.

Abu Talibpun pergi mengunjungi Khadijah:

"Khadijah, setujukah kau mengupah Muhammad?" tanya Abu Talib.
"Aku mendengar engkau mengupah orang dengan dua ekor anak unta
Tapi buat Muhammad aku tidak setuju kurang dari empat ekor."

"Kalau permintaanmu itu buat orang yang jauh dan tidak
kusukai, akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan
kusukai." Demikian jawab Khadijah.

Kembalilah sang paman kepada kemenakannya dengan menceritakan
peristiwa itu. "Ini adalah rejeki yang dilimpahkan Tuhan
kepadamu," katanya.

Setelah mendapat nasehat paman-pamannya Muhammad pergi dengan
Maisara, budak Khadijah. Dengan mengambil jalan padang pasir
kafilah itupun berangkat menuju Syam, dengan melalui
Wadi'l-Qura, Madyan dan Diar Thamud serta daerah-daerah yang
dulu pernah dilalui Muhammad dengan pamannya Abu Talib tatkala
umurnya baru duabelas tahun.

Perjalanan sekali ini telah menghidupkan kembali kenangannya
tentag perjalanan yang pertama dulu itu. Hal ini menambah dia
lebih banyak bermenung, lebih banyak berpikir tentang segala
yang pernah dilihat, yang pernah didengar sebelumnya: tentang
peribadatan dan kepercayaan-kepercayaan di Syam atau di
pasar-pasar sekeliling Mekah.

Setelah sampai di Bushra ia bertemu dengan agama Nasrani Syam.
Ia bicara dengan rahib-rahib dan pendeta-pendeta agama itu,
dan seorang rahib Nestoria juga mengajaknya bicara. Barangkali
dia atau rahib-rahib lain pernah juga mengajak Muhammad
berdebat tentang agama Isa, agama yang waktu itu sudah
berpecah-belah menjadi beberapa golongan dan sekta-sekta -
seperti sudah kita uraikan di atas.

Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu
benar memperdagangkan barang-barang Khadijah, dengan cara
perdagangan yang lebih banyak menguntungkan daripada yang
dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan karakter
yang manis dan perasaannya yang luhur ia dapat menarik
kecintaan dan penghormatan Maisara kepadanya. Setelah tiba
waktunya mereka akan kembali, mereka membeli segala barang
dagangan dari Syam yang kira-kira akan disukai oleh Khadijah.

Dalam perjalanan kembali kafilah itu singgah di
Marr'-z-Zahran. Ketika itu Maisara berkata: "Muhammad,
cepat-cepatlah kau menemui Khadijah dan ceritakan
pengalamanmu. Dia akan mengerti hal itu."

Muhammad berangkat dan tengah hari sudah sampai di Mekah.
Ketika itu Khadijah sedang berada di ruang atas. Bila
dilihatnya Muhammad di atas unta dan sudah memasuki halaman
rumahnya. ia turun dan menyambutnya. Didengarnya Muhammad
bercerita dengan bahasa yang begitu fasih tentang
perjalanannya serta laba yang diperolehnya, demikian juga
mengenai barang-barang Syam yang dibawanya. Khadijah gembira
dan tertarik sekali mendengarkan. Sesudah itu Maisarapun
datang pula yang lalu bercerita juga tentang Muhammad, betapa
halusnya wataknya, betapa tingginya budi-pekertinya. Hal ini
menambah pengetahuan Khadijah di samping yang sudah
diketahuinya sebagai pemuda Mekah yang besar jasanya.

Dalam waktu singkat saja kegembiraan Khadijah ini telah
berubah menjadi rasa cinta, sehingga dia - yang sudah berusia
empatpuluh tahun, dan yang sebelum itu telah menolak lamaran
pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy - tertarik juga
hatinya mengawini pemuda ini, yang tutur kata dan pandangan
matanya telah menembusi kalbunya. Pernah ia membicarakan hal
itu kepada saudaranya yang perempuan - kata sebuah sumber,
atau dengan sahabatnya, Nufaisa bint Mun-ya - kata sumber
lain. Nufaisa pergi menjajagi Muhammad seraya berkata: "Kenapa
kau tidak mau kawin?"

"Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan," jawab
Muhammad.

"Kalau itu disediakan dan yang melamarmu itu cantik, berharta,
terhormat dan memenuhi syarat, tidakkah akan kauterima?"

"Siapa itu?"

Nufaisa menjawab hanya dengan sepatah kata: "Khadijah."

"Dengan cara bagaimana?" tanya Muhammad. Sebenarnya ia sendiri
berkenan kepada Khadijah sekalipun hati kecilnya belum lagi
memikirkan soal perkawinan, mengingat Khadijah sudah menolak
permintaan hartawan-hartawan dan bangsawan-bangsawan Quraisy.

Setelah atas pertanyaan itu Nufaisa mengatakan: "Serahkan hal
itu kepadaku," maka iapun menyatakan persetujuannya. Tak lama
kemudian Khadijah menentukan waktunya yang kelak akan dihadiri
oleh paman-paman Muhammad supaya dapat bertemu dengan keluarga
Khadijah guna menentukan hari perkawinan.

Kemudian perkawinan itu berlangsung dengan diwakili oleh paman
Khadijah, Umar bin Asad, sebab Khuwailid ayahnya sudah
meninggal sebelum Perang Fijar. Hal ini dengan sendirinya
telah membantah apa yang biasa dikatakan, bahwa ayahnya ada
tapi tidak menyetujui perkawinan itu dan bahwa Khadijah telah
memberikan minuman keras sehingga ia mabuk dan dengan begitu
perkawinannya dengan Muhammad kemudian dilangsungkan.

Di sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Muhammad.
Dimulainya kehidupan itu sebagai suami-isteri dan ibu-bapa,
suami-isten yang harmonis dan sedap dari kedua belah pihak,
dan sebagai ibu-bapa yang telah merasakan pedihnya kehilangan
anak sebagaimana pernah dialami Muhammad yang telah kehilangan
ibu-bapa semasa ia masih kecil.

Catatan kaki:

1 Muhammad atau Mahmud artinya yang terpuji (A).
2 Abwa' ialah sebuah desa antara Medinah dengan Juhfa,
jaraknya 23 mil (37 km) dari Medinah.
3 Al-Mu'allaqat nama yang diberikan kepada tujuh buah kumpulan
puisi Arab pra Islam yang dianggap terbaik, oleh tujuh
penyair: Imr'l-Qais, Tarafa, Zuhair, Labid, 'Antara, 'Amr ibn
Kulthum dan Harith ibn Hilizza. Mu'allaqat berarti 'yang
digantungkan' yakni sajak-sajak yang ditulis dengan tinta emas
(almudhahhab) di atas kain lina (A).
4 Pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku (A).


my keyword:
sejarah nabi muhammad
kisah nabi muhhamad
nabi muhhamas history
perjalanan nabi muhhamad

Sabtu, 06 Februari 2010

TUGAS AGAMA ISLAM Puasa Wajib Dan Puasa Sunnah

Puasa dalam Islam

Puasa dalam agama Islam artinya menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim. Perintah puasa difirmankan oleh Allah pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183.
Berpuasa merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Terdapat puasa wajib dan puasa sunnah, namun tata caranya tetap sama.
Waktu haram puasa adalah waktu saat umat Muslim dilarang berpuasa. Hikmah puasa adalah ketika semua orang bergembira, seseorang itu perlu turut bersama merayakannya.
•Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal)
•Hari Raya Idul Adha (10 Zulhijjah)
•Hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijjah)
Perintah dalam Al-Quran
Perintah berpuasa dari Allah terdapat dalam Al-Quran di surat Al-Baqarah ayat 183.
"Yaa ayyuhaladziina aamanuu kutiba alaikumus siyaamu kamaa kutiba 'alalladziina min qablikum la allakum tataquun"
“ Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan ke atas umat-umat yang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa."
Hikmah Puasa
Ibadah shaum Ramadhan yang diwajibkan Allah kepada setiap mu’min adalah ibadah yang ditujukan untuk menghamba kepada Allah seperti yang tertera dalam QS. Al- Baqarah/2: 183. Hikmah dari ibadah shaum itu sendiri adalah melatih manusia untuk sabar dalam menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al-Quran adalah ‘gigih dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam QS. Ali ‘Imran/3: 146.
Secara Aktivitas

copy:noe

Kamis, 14 Januari 2010

Macam & Jenis Penyakit Hati / Sifat Buruk - Iri Hati, Dengki, Hasut, Fitnah, Buruk Sangka, dan Khianat - Definisi & Pengertian

Macam & Jenis Penyakit Hati / Sifat Buruk - Iri Hati, Dengki, Hasut, Fitnah, Buruk Sangka, dan Khianat - Definisi & Pengertian
Macam-macam arti penyakit hati dan sifat buruk manusia :
1. Iri Hati
Iri hati adalah suatu sifat yang tidak senang akan rizki / rejeki dan nikmat yang didapat oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk menyainginya. Iri hati yang diperbolehkan dalam ajaran islam adalah iri dalam hal berbuat kebajikan, seperti iri untuk menjadi pintar agar dapat menyebarkan ilmunya di kemudian hari. Atau iri untuk membelanjakan harta di jalan kebenaran.

2. Dengki
Dengki adalah sikap tidak senang melihat orang lain bahagia dan berusaha untuk menghilangkan nikmat tersebut. Sifat ini sangat berbahaya karena tidak ada orang yang suka dengan orang yang memiliki sifat seperti ini.

3. Hasut / Hasud / Provokasi
Hasud adalah suatu sifat yang ingin selalu berusaha mempengaruhi orang lain agar amarah / marah orang tersebut meluap dengan tujuan agar dapat memecah belah persatuan dan tali persaudaraan agar timbul permusuhan dan kebencian antar sesama.

4. Fitnah
Fitnah lebih kejam dari pembunuhan adalah suatu kegiatan menjelek-jelekkan, menodai, merusak, menipu, membohongi seseorang agar menimbulkan permusuhan sehingga dapat berkembang menjadi tindak kriminal pada orang lain tanpa bukti yang kuat.

5. Buruk Sangka
Buruk sangka adalah sifat yang curiga atau menyangka orang lain berbuat buruk tanpa disertai bukti yang jelas.

6. Khianat / Hianat
Hianat adalah sikap tidak bertanggungjawab atau mangkir atas amanat atau kepercayaan yang telah dilimpahkan kepadanya. Khianat biasanya disertai bohong dengan mengobral janji. Khianat adalah ciri-ciri orang munafik. Orang yang telah berkhianat akan dibenci orang disekitarnya dan kemungkinan besar tidak akan dipercaya lagi untuk mengemban suatu tanggung jawab di kemudian hari.


Tiga istilah penyakit hati:

v Hasud adalah rasa atau sikap tidak senang terhadap kehormatan (kenikmatan) yang diperoleh orang lain dan berusaha untuk menghilangkannya atau mencelakkannyaorang lain.

Seorang yang beriman kepada qada dan qadar tentu tidak akan bersikap dengki kepada orang lain yang mempunyai kelebihan karena ia menyadari bahwa hal itu merupakan kehendak dan kekuasaan Allah Swt.

Setiap muslim / muslimah wajib hukumnya menjauhi sifat hasud (dengki) karena hasud termasuk sifat tercela dan merupakan perbuatan dosa. Firman Allah:


Ÿwur (#öq¨YyJtGs? $tB Ÿ@žÒsù ª!$# ¾ÏmÎ/ öNä3ŸÒ÷èt/ 4’n?tã <Ù÷èt/ ÇÌËÈ


Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikarunkan Allah kepada sebahagiankamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Q.S. An-nisa, 4:32)

Rasulallah Saw bersabda:


وَلَا تَحَاسَدُوْا وَلَا تَقَاطَعُوْا وَلَا تَبَاغَضُوْا وَلَا تَدَابَرُوْا وَكُوْنُوْاعِبَادَاللَّهِ اِخْوَانًا كَمَا اَمَرَكُمُ اللَّهِ (رواه البحاري و مسلم)

Artinya “ janganlah kamu saling mendengki, saling memutuskan hubungan, saling benci membenci, dan saling belakang membelakangi yang tetapi jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara, sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu.”

Adapun kerugian atau bahaya yang ditimbulkan oleh sifat hasud antara lain:

Dapat merusak iman yang hasud.
Dapat memutuskan hubungan persaudaraan dan menghapus segala kebaikan yang pernah dilaksanakan.
Dapat menimbulkan kerugian atau bencana baik bagi pendengki maupun orang yang didengki. Itulah sebabnya di dalam Alquran surat Al-Falaq, 1, 2 dan 5, orang-orang diperintah untuk mohon perlindungan kepada Allah SWT dari kejahatan pendengki apabila mendengki(hasud).
Dapat merusak mental (hti) pendengki itu sendiri, sehingga kehidupan merasa gelisah dan tidak memperolah ketentraman.

v Riya adalah memperlihatkan suatu ibadah dan amal shaleh kepada orang lain bukan karena Allah, karena sesuatu selain Allah. Sedangkan mendengarkan ucapan ibadah dan amal saleh kepada orang lain dengan maksud kepada riya’ disebut sum’ah. Riya dan sum’ah termasuk perilaku tercela, syirik kecil yang hukumnya haram dan harus dijauhi oleh setiap muslim(muslimah). Rasulallah bersabda:



اَخْوَفُ مَا اَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْاَصْغَرُ فَسُئِلَ عَنْهُ فَقَاَلَ اَلرِّيَاءُ (رواه احمد)

Artinya: “Sesungguhnya yang sangat aku takutkan yang akan menimpa kamu ialah syirik kecil. Nabi Saw ditanya tentang apa yang dimaksud dengan syirik kecil itu maka beliau menjawab; yaitu Riya. (H.R. Ahmad).


Riya dalam urusan keagamaan, misalkan:

§ Seseorang mempercayakannya kepada kebenaran agama islam dan seluruh ajarannya, padahal hatinya sebenarnya tidak percaya. Ia memperlihatkan kepercayaannya itu bukan karena Allah tetapi karena ingin memperoleh pujian dan keuntungan duniawi. Ia termasuk orang munafik.

§ Seseorang melakukan salat berjamaah di mesjid dengan maksud bukan ingin memperoleh keridaan Allah Swt, teapi agar mendapat penilaian dari masyarakat sebagai muslim yang taat, orang seperti itu kalau berada sendirian biasanya tidak mau mengerjakan salat.


Riya dalam urusan keduniaan misalnya:

Seseorang memperlihatkan kesungguhan dan kedisiplinannya dalam bekerja kepada atasannya, dengan tidak dilandasi nilai ikhlas kepada Allah Swt, karena ingin dinilai baik oleh atasannya, lalu pangkatnya atau gajinya dinaikan. Orang sebenarnya ini bila pangkatnya atau gajinya tidak naik tentu kerjanya akan bermalas-malas.

Adapun kerugian atau bencana akibat riya antara lain:

o Para pejabat yang bermental jahat, apabila suka bersikap dan berperilaku riya’, tentu akan melakukan perbuatan yang merugikan rakyat, seperti korupsi. Orang-orang yang riya dibidang kepercayaan dan keimanaan, sebenarnya merupakan orang-orang munafik yang pada suatu saat akan menodai kesucian islam dan mencelakakan kaum muslimin.

o Seseorang yang beribadah dan beramal saleh tidak berlandaskan dengan niat karena Allah Swt, tetapi tujuannya hanya untuk kemsyuran atau keuntungan dunia, maka di alam akhirat kelak ia akan dicampakan ke dalam neraka.


v Aniaya adalah bersikap dan berperilaku tidak adil aniaya atau bengis yaitu suatu tindakan yang tidak manusiawi yang bertentangan dengan hak sesama manusia. Firman Allah Swt:



`tBur £‰yètGtƒ yŠr߉ãn «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËËÒÈ

Artinya: “Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.



Sifat aniaya atau zalim dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

a) Aniaya kepada Allah SWT dengan cara tidak mau melaksanakan perintah Allah yang wajib, dan tidak meninggalkan larangan Allah yang haram.

b) Aniaya terhadap sesame manusia seperi ghibah (mengumpat), namimah (mengadu domba), fitnah, mencuri, merampok, melakukan peniksaan, dan melakukan pembunuhan.

c) Aniyaya terhadap binatang misalnya menjadikan binatang sebagai sasaran latihan memanah atau menembak, menelantarkan binatang peliharaan dan menyembelih hewan dengan senjata yang tumpul.

d) Aniyaya terhadap diri sendiri, misalnya: membiarkan diri sendiri dalam keadaan bodoh dan miskin, karena malas, meminum minuman keras, menyalah gunakan obat-obat terlarang, menyiksa diri sendiri, dan bunuh diri.


Keburukan-keburukan perbuatan aniyaya dapat menimpa pelaku, orang yang dianiaya dan masyarakat.

Keburukan-keburukan yang akan dialami oleh penganiaya antara lain:

Tidak akan disenangi bahkan akan dibenci masyarakat

Hidupnya tidak akan tenang, karena dibayangi rasa takut

Memcemarkan nama baik dirinya dan keluarganya

Keburukan-keburukan yang akan dialami oleh orang yang dianiaya dan masyarakat antara lain:

Orang yang dianiaya akan mengalami kerugian dan bencana sesuai dengan jenis penganiayan terhadap dirinya, misalnya: kehilangan harta benda, menderita sakit fisik dan memtal bahkan sampai kehilangan jwa.

Bila penganiaya itu terjadi dimana-mana maka masyarakat tidak akan memperoleh kedamaian dan ketentraman.

Semangat dan gairah kerja masyarakat akan menurun, karena mereka dibanyangi rasa takut terhadap perbutan-perbuatan orang zalim.

HASAD DENGKI, kita tentu sudah sangat familiar dengan kata-kata tersebut. Bahkan dulu mungkin sewaktu pelajaran agama SD , kita sering memilih sifat tercela yang satu ini ketika diminta menuliskan contoh sifat tercela. Hasad dengki sering disebut juga dengki atau iri dan hasad. Untuk mendiagnosis gejala penyakit hasad dengki ini sebenarnya cukup simpel, yaitu dengan cukup bertanya kepada diri kita, apakah kita termasuk orang yang senang lihat orang susah dan susah lihat orang senang? Nah, apabila di dalam hati kita terdapat tanda-tanda atau sifat diatas itu maka boleh jadi kita termasuk orang yang sedang terjangkit penyakit Hasad Dengki, sebuah penyakit diantara sekian banyak penyakit ruhani yang amat berbahaya. Kita mesti segera mencari obatnya, sebab kalau kita kekalkan penyakit ini di dalam hati, maka kita takut tidak selamat di dunia terlebih di akhirat.

Tetapi sayang hingga saat ini belum ada Rumah Sakit Spesialis Penyakit Hasad Dengki. Berarti ya kita mesti cari dokter ruhani alias Mursyid yang dapat mengobati penyakit hati hati kita..

Hampir setiap orang menderita penyakit hasad dengki ini, cuma bedanya banyak atau sedikit, bertindak atau tidak. Dalam sebuah hadis disebutkan tentang enam golongan manusia yang dicampakkan ke dalam neraka, satu diantaranya adalah orang atau ulama yang di dalam hatinya terdapat hasad dengki.

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : “sesungguhnya hasad dengki itu memakan kebaikan sepertimana api memakan kayu bakar”

Orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit hasad dengki ini, hidupnya tidak akan pernah bahagia, jiwanya senantiasa menderita dan tersiksa. Hatinya selalu tersiksa jika melihat orang lain lebih dari dirinya atau mendapat nikmat serta kejayaan. Dan sebaliknya dia akan bergembira bila orang lain susah dan gagal.

Maka dari itu, hasad dengki inilah penyakit kronis yang merusak perpaduan dan ukhuwah. Akan timbul di dalam masyarakat fitnah memfitnah, dendam mendendam, buruk sangka,mengumpat, mengadu domba, dan dosa-dosa lain yang akan menghapuskan segala kebaikan.

Seseorang yang melayani sifat hasad dengkinya, maka pada hakikatnya dia adalah orang yang paling biadab dengan Allah, sebab secara tidak langsung dia benci kepada Allah, dia tidak redha pada apa yang Allah telah berikan kepada orang lain serta kepada dirinya.Sekalipun ibadahnya banyak, tahajudnya banyak dan shalatnya banyak.

Dalam sebuah kisah para Sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, terjemahannya : “ wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang wanita yang berpuasa siang hari dan shalat tahajud di malam harinya, tetapi selalu menyakiti tetangganya dengan lidahnya”. Jawab baginda Rasulullah SAW : “ Tidak ada kebaikan lagi baginya, ia adalah ahli neraka”.

tips yang mesti kita lakukan sebagai mujahadah terhadap hasad dengki ialah :

Setiap kali orang yang kita dengki mendapat kejayaan, maka kita ucapkan selamat kepadanya. Dan sebaliknya apabila dia tertimpa kesusahan maka kita menumpang sedih juga atas apa yang menimpanya serta menghiburnya.
Sanjung, sebut dan pujilah kebaikan serta keistimewaan orang yang kita dengki di belakang dia, dan kalau ada keburukannya kita rahasiakan. Doakan kebaikan untuknya.
Sering-sering bersilaturahmi serta memberi hadiah kepada orang yang kita dengki tersebut.

sumber:google.com